Saturday, 25 June 2011

Israk Mijrak,,antara iman dan kufur

"Muhammad telah naik ke langit tertinggi lalu kembali lagi. Demi Allah aku bersumpah, bahwa kalau aku telah mencapai tempat itu, aku tidak akan kembali lagi."

Bila kita membaca sejarah Islam, setidaknya ada tiga peristiwa penting yang melatar belakangi peristiwa Isra dan Mi'raj Nabi Saw..

Pertama, peristiwa boikot yang dilakukan orang kaum Quraisy kepada seluruh keluarga Bani Hasyim. Kaum Quraisy tahu bahwa sumber kekuatan Nabi Saw adalah keluarganya. Oleh karena itu untuk menghentikan dakwah Nabi Saw. sekaligus menyakitinya, mereka sepakat untuk tidak mengadakan perkawinan, transaksi jual beli dan berbicara dengan keluarga bani Hasyim. Mereka juga bersepakat untuk tidak menjenguk yang sakit dan mengantar yang meninggal dunia dari keluarga Bani Hasyim. Boikot ini berlangsung kurang lebih selama tiga tahun. Tentunya boikot selama itu telah mendatangkan penderitaan dan kesengsaraan khususnya kepada Nabi Saw. dan umumnya kepada keluarga Bani Hasyim.

Kedua, peristiwa wafatnya bapa saudaranya beliau, Abu Thalib. Peristiwa ini menjadi sangat penting dalam perjalanan dakwah Nabi Saw. sebab Abu Thalib adalah salah satu
bapa saudara beliau yang senantiasa mendukung dakwahnya dan melindungi dirinya dari kejahilan kaum Quraisy. Dukungan dan perlindungan Abu Thalib itu tergambar dari janjinya," Demi Allah mereka tidak akan boleh mengusikmu, kecuali kalau aku telah dikuburkan ke dalam tanah." Janji Abu Thalib ini benar. Ketika ia masih hidup tidak banyak orang yang berani mengusik Nabi Muhammad Saw, namun setelah ia wafat kaum Quraisy menjadi semakin rakus untuk menyakitinya sebagaimana digambarkan dalam awal tulisan ini.

Ketiga, peristiwa wafatnya istri beliau, Siti Khadijah r.a. Peristiwa ini terjadi tiga hari setelah pamannya wafat. Siti Khadijah bagi Nabi Saw. bukan hanya seorang istri yang paling dicintai dan mencintai, tapi juga sebagai sahabat yang senantiasa mendukung perjuangannya baik material maupun spiritual, yang senantiasa bersama baik dalam keadaan suka maupun duka. Oleh karena itu, wafatnya Siti Khadijah menjadi pukulan besar bagi perjuangan Nabi Saw.. 



Tiga peristiwa yang terjadi secara berurutan itu sangat berpengaruh pada perasaan Rasulullah Saw. ia sedikit sedih dan gundah gulana. Ia merasakan beban dakwah yang ditanggungnya semakin berat. Oleh karena itu para sejarawan menamai tahun ini dengan ámul hujn (tahun kesedihan).

Dalam keadaan seperti itulah kemudian Allah Swt. mengundang Nabi Saw. melalui peristiwa isra dan mi'raj.

Isra' adalah peristiwa diperjalankannya Nabi Saw. dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa sedangkan mi'raj merupakan peristiwa dinaikannya Nabi Saw. dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha. Peristiwa Isra Miraj ini mengajarkan banyak hal kepada Nabi Saw. Dalam perjalanan isra' ia melihat negeri yang diberkati Allah Swt. Ini kerana di dalamnya pernah diutus para Rasul. Sedangkan dalam perjalanan mi'raj ia melihat tanda-tanda kebesaran Allah Swt. "Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari, dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa yang telah kami berkati sekelilingnya, ! supaya kami perlihatkan ayat-ayat Kami kepadanya. Sesungguhnya Ia Maha mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S Al Isra :1). "Sesungguhnya ia (Muhammad) melihat Jibril (dalam rupanya yang asli) di waktu yang lain. Yaitu di Sidratul Muntaha. Didekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha itu diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya ia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (Q.S An-Najm : 13-18).

Isra' dan mi'raj merupakan pengalaman keagamaan yang paling istimewa bagi Nabi Muhammad Saw.. Puncaknya terjadi di Sidratul Muntaha. Muhammad Asad menafsirkan Sidratul Muntaha dengan lote-tree farthest limit (pohon lotus yang batasnya paling jauh). Pohon Lotus dalam tradisi Mesir kuno merupakan simbol kebijaksanaan (wisdom) dan kebahagiaan. Dengan demikian secara simbolik Sidratul Muntaha dapat diartikan se! bagai puncak kebahagiaan dan kebijaksanaan.





Kebahagiaan dan kebijaksanaan inilah yang kemudian membezakan pengalaman keagamaan Muhammad Saw. sebagai nabi dan rasul dengan kaum sufi sebagai manusia biasa. Dengan bahasa yang sederhana tetapi penuh makna Abdul Quddus, seorang sufi Islam besar dari Ganggah, menyatakan,"Muhammad telah naik ke langit yang tinggi lalu kembali lagi. Demi Allah aku bersumpah, bahwa kalau aku telah mencapai tempat itu, aku tidak akan kembali lagi."

Ketika Nabi Saw. sampai di Sidratul Muntaha, Allah Swt memperlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya berupa bukti-bukti wujud, keesaan, dan kekuasaan-Nya. Disamping itu diperlihatkan juga surga, neraka, perihal langit, kursi dan 'arasy. Setelah melihat semua itu keyakinan Nabi Saw. terhadap keagungan Allah Swt dan kelemahan alam dihadapan keagungan-Nya semakin kuat. Pada gilirannya keyakinan seperti ini telah melahirkan kesadaran rohani baru pada dirinya berupa kebijaksanaan, ketenteraman dan kebahagiaan.

Pada saat itu Nabi Saw. sudah mampu membezakan posisi Tuhan dan alam (manusia). Tuhan adalah sumber kebahagiaan, sementara alam sumber kesusahan dan kesengsaraan. Oleh karena itu menggantungkan semua harapan dan keinginan kepada-Nya akan mendatangkan kebahagiaan yang hakiki. Sebaliknya menggangtungkan semua harapan dan keinginan kepada alam akan mendatangkan kesengsaraan.

Kebahagian bertemu dan berdialog dengan Dzat yang dicintai dan mencintainya di Sidratul Muntaha tidak menyebabkan Nabi Saw. lupa akan tugas pokonya menebarkan rahmat Allah Swt. melalui dakwahnya. Hal tersebut dikarenakan, kebahagiaannya tersebut telah dibarengi dengan kebijaksanaan sehingga ia mampu membezakan persoalan pokok dengan cabang, prinsip dengan taktik, esensi dengan aksidensi serta alat dengan tujuan. Nabi Saw. sangat sadar bahwa kebahagian yang diperolehnya dalam Isra' dan Mi'raj bukan tujuan utama Allah Swt. tetapi itu semua hanya alat untuk mempersiapkan kondisi jiwanya supaya boleh melaksanakan tugas yang lebih berat dari sebelum-sebelumnya. Oleh karena itu, ia meninggalkan kebahagiaan langit yang sedang dinikmatinya itu, kemudian turun ke bumi . Dengan demikian peristiwa isra' mi'raj Nabi Saw. tidak hanya memiliki makna individual tetapi juga memiliki makna sosial.

Wednesday, 1 June 2011

Khutbah Terakhir Dari Rasulullah s.a.w

Khutbah Terakhir Nabi Muhammad S.A.W.
Kutbah ini disampaikan pada 9 Zulhijah Tahun 10 Hijrah di Lembah Uranah, Gunung Arafah.

Wahai manusia, dengarlah baik-baik apa yang hendak ku katakan. Aku tidak mengetahui apakah aku dapat bertemu lagi dengan kamu semua selepas tahun ini. Oleh itu dengarlah dengan teliti kata-kata ku ini dan sampaikanlah ia kepada orang-orang yang tidak dapat hadir di sini pada hari ini.




Wahai manusia, sepertimana kamu menganggap bulan ini dan kota ini sebagai suci, maka anggaplah jiwa dan harta setiap muslim sebagai amanah suci.

Kembalikan harta yang diamanahkan kepada kamu kepada pemiliknya yang berhak.

Jangan kamu sakiti sesiapapun agar orang lain tidak menyakiti kamu lagi.

Ingatlah bahawa sesungguhnya kamu akan menemui Tuhan kamu dan Dia pasti membuat perhitungan di atas segala amalan kamu.

Allah telah mengharamkan riba, oleh itu segala urusan yang melibatkan riba dibatalkan mulai sekarang.

Berwaspadalah terhadap syaitan demi keselamatan agama kamu.

Dia telah berputus asa untuk menyesatkan kamu dalam perkara-perkara besar, maka berjaga-jagalah supaya kamu tidak mengikutinya dalam perkara-perkara kecil.

Wahai manusia, sebagaimana kamu mempunyai hak atas isteri kamu, mereka juga mempunyai hak di atas kamu. Sekiranya mereka menyempurnakan hak mereka keatas kamu maka mereka juga berhak untuk diberi makan dan pakaian dalam suasana kasih sayang.

Layanilah wanita-wanita kamu dengan baik, berlemah lembutlah terhadap mereka kerana sesungguhnya mereka adalah teman dan pembantu kamu yang setia. Dan hak kamu atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang kamu tidak sukai ke dalam rumah kamu dan dilarang melakukan zina.

Wahai manusia, dengarkanlah bersungguh-sungguh kata-kataku ini, sembahlah Allah, dirikanlah sembahyang lima kali sehari, berpuasalah di bulan Ramadan!, dan tunaikan zakat dari harta kekayaan kamu. Kerjakanlah ibadat haji sekiranya kamu mampu.

Ketahuilah bahawa setiap muslim adalah saudara kepada muslim yang lain. Kamu semua adalah sama, tidak seorangpun yang lebih mulia dari yang lainnya kecuali dalam taqwa dan beramal soleh.

Ingatlah bahawa kamu akan mengadap Allah pada suatu hari untuk dipertanggungjawabkan diatas segala apa yang telah kamu kerjakan. Oleh itu awasilah agar jangan sekali-kali kamu terkeluar dari landasan kebenaran selepas ketiadaanku.



Wahai manusia, tidak akan ada lagi Nabi dan Rasul yang akan datang selepasku dan tidak akan lahir agama baru.

Oleh itu wahai manusia, nilailah dengan betul dan fahamilah kata-kata ku yang telah aku sampaikan kepada kamu.

Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, yang sekiranya kamu berpegang teguh dan mengikuti kedua-duanya, nescaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Al Quran dan Sunnah ku.

Hendaknya orang-orang yang mendengar ucapanku, menyampaikan pula kepada orang lain semoga yang terakhir lebih memahami kata-kataku dari mereka yang terus mendengar dari ku.

Saksikanlah Ya Allah, bahawasanya telah ku sampaikan risalah Mu kepada hamba-hambaMU.